Thursday, February 18, 2016

Jungkir -- Balik


Dan ini kita lagi. Berjumpa dengan aku yang babak belur sementara kau hanya tersenyum simpul. Tak ada tatapan sudah ku bilang kan? Hanya aku saja yang dengan semua yang kumiliki tanpa benar-benar memiliki merasa tatapan hangatmu begitu mengintimidasi. Kau hanya putih – tenang bercahaya. Sementara aku dengan semena-mena kembali datang. Menggoresmu sekali lagi dengan ketakutanku dengan kekhawatiranku. Kau tak bilang apa hanya aku saja yang malu. Oleh sosial keparat aku turun kelas jatuh terpelanting terjerembab. Aku tak melaku apa-apa memang. Tapi justru itu, aku jatuh terjerembab.

Hahahahaha. Masih saja aku dengan egoku yang sepenuh-penuhnya. Seperti kawan lama yang datang kalau perlu saja. Ah, aku terlalu jujur. Terlalu jujur dengan kejahatanku. Aku berharap kau kesal lantas menutup pintumu kuat-kuat. Hingga telingaku berdenging mendengarnya. Namun, lagi kau bergeming – diam dan putih. Seakan pasrah kukotori dengan keangkuhan, ketakutan, kehawatiran, dan bahkan kebahagiaan yang kau tahu terkadang takut kubagikan. Aku takut dia meluap di sela-sela spasi kata ketika aku menuangkannya.

Ah, lagi-lagi sebenarnya aku hanya takut. Tidakkah kau merasa?

Oke-oke baiklah aku mengaku. Aku kalah. Jauh aku berlari dan ternyata berputar. Hanya untuk kembali pada kecintaanku – menulis.

Tuesday, October 15, 2013

Diam



Ada yang sulit terungkapkan oleh kata. Sesuatu yang ketika menjelma kata, kemudian perlahan kehilangan makna. Maka aku diam. Diam-diam mengamati. Diam-diam mengecap seperti apa rasanya berpesta dalam hening lalu bergeming.

Ada yang tawanya begitu nyaring terdengar. Padahal, sayup-sayup terdengar hatinya meringis kesakitan. Aku tahu. Aku mengamati dan tetap diam.

Lalu, ada yang menari. Walau tak lagi di antara hujan. tapi tetap saja dia menari. Menari dalam diam. Aku tahu. Aku mengamati dan tetap diam.

Tak luput oleh mata, ada yang berlari. Entahlah, mungkin dia hanya ingin berlari. Berlari hingga hilang pedih perih. Aku tahu. Aku mengamati dan tetap diam.

Ada yang akhirnya terurai membentuk barisan aksara. Kehilangan makna? Ya. Walau mungkin tak ada yang sadar bahwa makna baru telah tercipta. Aku tahu. Aku mengamati dan tetap diam.

Friday, September 13, 2013

Paraman Kecilku

Mata kecil itu mulai membuka. Seperti matahari yang membuka pagi ini. Ada yang lahir. Kali ini tak hanya harapan dan ucapan syukur yang lahir karena hari baru yang lagi, bisa dirasai. Ada yang benar-benar lahir hari ini. Seseorang yang mampu memberi semangat tanpa harus berlaku apapun. 


Selamat menjejaki bumi, paraman kecilku. Tumbuhlah. Kecaplah hidup. Dan yang paling penting berbahagialah.

07 September 2013
08:50 

*Paraman = Keponakan

Sunday, September 01, 2013

Menuang


Ah, dasar manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan. Sementara di sisi lain, kebutuhan manusia tidaklah terbatas. Yang menjadi pertanyaan, kebutuhan macam apakah itu? Kebutuhan yang memang benar-benar dibutuhkan atau yang tak butuh-butuh amat.

Sesungguhnya ada penawar dari keinginan yang terlalu menggebu-gebu untuk memenuhi kebutuhan yang sebenarnya tak butuh-butuh amat. Bersyukur. Rasanya sering sekali, kita merengek-rengek menginginkan sesuatu yang belum penah kita miliki ataupun alami. Tapi kenyataannya, kita mendapati kenyataan bahwa apa yang sangat kita damba-dambakan itu tak seindah kenyataannya. Kemudian, dengan tak tahu dirinya kita mengharap waktu dapat terulang, agar tak perlu terjadi apa yang kita harapkan terkabulkan.

Ah, dasar manusia..

Tuesday, August 27, 2013

Aku Suka

Aku suka menulis. Aki bisa merangkumkan apa saja yang aku suka di sini tanpa dibatasi rongga berpikirku.
Aku suka menulis. Menuangkan hal-hal yang kapasitasnya terlalu besar hingga benak tak mampu menahan.
Aku suka menulis. Waktu aku menulis, ada luka-luka yang tak kasat mata tengah berusaha disembuhkan.
Aku suka menulis. Tak perlu kupikirkan apa-apa tentang siapa. Hanya kutulikan saja apa yang kumau.
Akhir-akhir ini aku sering bingung terhadap diriku sendiri. Hah, aku sudah lama tak menulis. Aku jadi uring-uringan.
Aku merasa menulis itu adalah suatu media untuk menjaga kewarasanku. Kadang waktu aku ngerasa ga ngerti aku itu kenapa, aku tahu yang kubutuhkan itu adalah menulis. Menulis apa saja yang aku mau. Menulis apa saja yang aku suka.
Tapi sering waktu mood-ku jelek aku malas untuk memulai menulis. Jadilah aku makin uring-uringan.
Waktu aku berpikir menulis untuk menyenangkan orang lain, maka tepat di situ pulalah aku kehilangan nafsuku untuk menulis.
Entahlah, aku sudah terlanjur mengangap menulis adalah salah satu sarana untukku dalam mengurangi beban, dan bukan sebaliknya, menjadikan menulis sebagai suatu beban di mana banyak mata yang harus aku puaskan dalam hasil tulisanku.
Jadi, aku berharap aku bisa terus dan terus menulis, mengisi rongga dalam diriku yang harus diisi dengan cara menulis. 
Aku juga berharap tulisanku bisa bermanfaat bagi rang lain, setelah terlebih dahulu bisa membuat aku senang dan nyaman.
Ya, menulis, menulis, dan menulislah, Petra.

I wrote this last year.
August 09th, 2012.