Dan ini kita lagi. Berjumpa dengan aku yang babak belur sementara kau hanya
tersenyum simpul. Tak ada tatapan sudah
ku bilang kan? Hanya aku saja yang dengan semua yang kumiliki tanpa
benar-benar memiliki merasa tatapan hangatmu begitu mengintimidasi. Kau hanya
putih – tenang bercahaya. Sementara aku dengan semena-mena kembali datang.
Menggoresmu sekali lagi dengan ketakutanku dengan kekhawatiranku. Kau tak
bilang apa hanya aku saja yang malu. Oleh sosial keparat aku turun kelas jatuh
terpelanting terjerembab. Aku tak melaku apa-apa memang. Tapi justru itu, aku
jatuh terjerembab.
Hahahahaha. Masih saja aku dengan egoku yang sepenuh-penuhnya. Seperti kawan
lama yang datang kalau perlu saja. Ah, aku terlalu jujur. Terlalu jujur dengan
kejahatanku. Aku berharap kau kesal lantas menutup pintumu kuat-kuat. Hingga telingaku
berdenging mendengarnya. Namun, lagi kau bergeming – diam dan putih. Seakan pasrah
kukotori dengan keangkuhan, ketakutan,
kehawatiran, dan bahkan kebahagiaan yang
kau tahu terkadang takut kubagikan. Aku takut dia meluap di sela-sela spasi
kata ketika aku menuangkannya.
Ah, lagi-lagi sebenarnya aku hanya takut. Tidakkah kau merasa?
Oke-oke baiklah aku mengaku. Aku kalah. Jauh aku berlari dan ternyata
berputar. Hanya untuk kembali pada kecintaanku – menulis.